Minggu, 16 Oktober 2011

[Cerpen 1] Beri Aku Waktu

 
Air langit seolah mengisyaratkan kepadaku bahwa begitu besar kuasa-Mu
HUJAN… Kau datang dan pergi sesuka hatimu. Kau menjadi penghibur hatiku yang sendu, hati yang rapuh. Aku hanyalah seorang anak Tuhan yang merasa muak menjadi kuat dan selalu berpura-pura kuat. Selalu tersenyum padahal lemah. Melihatmu membuat air mataku ikut jatuh dan bercampur dengan airmu. Teringat sebuah vonis pahit dalam hidupku yang begitu singkat
dan inilah kisah pahitku

Aku Yuna.. Gadis sederhana dari keluarga kecil bahagia. Kami berusaha selalu bersyukur setiap anugerah yang kau berikan, Tuhanku.
"Yuna. ayoo bangun sayang. kamu lupa kalau hari ini pertama kamu masuk sekolah" kata mamaku dengan lembut.
"Yuna gak lupa mama. Hanya saja yuna mengkhawatirkan hal yang tentu saja mama pasti tau hal apa itu." jawabku mengeluh dan khawatir.
"Tenang saja sayang. Semua akan baik-baik saja." kata mama meyakinkanku
"Baiklah ma. Yuna akan mandi dan segera berangkat sekolah" kataku kembali agar tak membuat mamaku bersedih.

Sekolah dan teman yang baru adalah hal yang menakutkan dalam hidupku. kamu tahu kenapa?

"Brukkk"
"Aaduhh. sakit" kataku sambil mengelus dada
"Maaf, aku tidak sengaja. aku lagi buru-buru" kata seseorang yang menabrakku
"Iya gak apa-apa. Lain kali hati-hati." kataku sambil menatap seorang anak laki-laki tinggi dan berkulit putih penuh sinar kehangatan.

Anak laki-laki itu sekejap menjauh dari pandangan dua bola mataku. Siapakah dia? Sebuah tanda tanya dalam hati kecilku.

"Selamat pagi anak-anak" kata ibu guru
"Selamat pagi ibu" jawab serempak seisi murid di kelas
"Baik, hari ini ibu akan memperkenalkan murid baru pindahan dari jakarta. Namanya yuna. silahkan perkenalkan dirimu kepada teman-temanmu" Kata ibu guru yang mengisyaratkanku untuk mengungkapkan beberapa patah kata sebagai tanda perkenalan.
"baiklah ibu. Hallo teman-teman. Nama saya yuna. salam kenal semuanya" kataku memperkenalkn diri.

Terlihat di pojok belakang sebuah sinar putih dibalik wajahnya yang tampannya tak asing aku lihat. Ternyata anak laki-laki itu. Aku lontarkan sebuah senyuman kepadanya sebagai tanda aku pernah melihatnya.
Seminggu sudah aku belajar dalam lingkungan sekolah baru. Aku melihat teman-teman disini ramah dan baik. tapi jauh dari itu, mereka belum tahu keadaanku yang sebenarnya. Apa mereka akan menjauh dariku setelah tahu diriku itu siapa??

"Maaf, boleh aku duduk di sebelah kamu?" kata seseorang yang suaranya taka sing ditelingaku.
"Boleh saja. Silahkan" jawabku mempersilahkan dia duduk disampingku.
"Maaf sebelumnya tentang kejadian waktu aku menabrak kamu tanpa sengaja. Tanpa diduga ternyata kita sekelas yah. Entah itu sebuah kebetulan atau takdir" kata anak laki-laki itu sambil tersenyum manis.
“Kalau takdir bisa aku ukir, aku pasti mengukirnya kita bertemu tidak dengan kejadian tabrak-menabrak.” Jawabku tertawa kecil.
“Hahaha kamu lucu sekali. Oiiya kenalin aku Dira.”katanya mengulurkan tangan
“Aku Yuna. Salam kenal. Semoga kita bisa jadi teman baik yah” jawabku tersenyum kepadanya.
Dira adalah anak laki-laki yang penuh dengan kharisma dan kelembutan. Jiwa terasa tenang dan damai bila aku didekatnya. Perasaan apa ini? Cintakah? Atau aku yang merindukan ketenangan batin? Entahlah. Aku pun tak mampu menjawab.

Setahun aku lewati hidupku yang penuh dengan perjuangan. sampai suatu hari...

"yuna,yuna,yuna. kamu gak apa-apa kan?" kata Dira seolah membangunkanku dari bunga tidur yang tak terlihat.
"eeggghhh Dira. ada apa ini? kenapa banyak sekali orang di sekelilingku?" jawabku lemas dan bingung
"kamu tadi tiba-tiba pingsan saat kamu duduk dihalaman. kamu sakit? apa perlu aku bawa kamu ke Rumah sakit" kata Dira penuh kepanikan.
"eehhhh gak usah Ra, aku baik-baik saja. Mungkin aku kurang istirahat" jawabku buru agar Dira tak mengetahui kondisiku.

Desir angin seolah membawaku terbang bersamanya. Membawa perasaan dan fisik yang telah merasa lelah. Terombang-ambing menuju tempat terindah dan nyaman. Aku yang kala itu bersama Dira di pantai Kuta, merasakan surge dunia bersandar dibahunya sambil menatap langit biru yang penuh ketenangan.

"Yuna, boleh aku mengatakan sesuatu?" kata Dira dengan lembutnya
"Tentu saja boleh. Kamu ingin mengatakan apa?" jawabku sambil bersandar dibahunya.
"Jujur, aku merasa nyaman bersamamu. Aku merasa kamu adalah penenang hidupku. Kamu mau gak menjadi bagian dari hidup aku?" tanya Dira penuh keseriusan.
"Apa kamu sudah pikirkan ini baik-baik? aku juga merasa hal yang sama, tapi ada satu hal yang kamu perlu ketahui dari aku. Aku yakin kalau kamu mendengar ini, kamu akan merasa aku tak pantas untukmu" kataku berusaha menjelaskan yang sebenarnya.
"Apa yang aku tidak ketahui dari kamu? katakan saja. aku akan berusaha menerima kekuranganmu karena itulah kekuatan cintaku." jawab Dira sambil meyakinkanku
"Aku sakit. Sakit yang tak bisa diobati dan hanya dengan menutup mata selamanya yang dapat melepaskan aku dari rasa sakitku" kata terakhirku yang menutup mata dan Tuhan mengisyaratkan aku untuk pergi bersama-Nya.

Dalam hati kecilku berkata:
Aku Gadis Pengidap HIV/AIDS tak pantas bersamamu. Tak pantas menjadi bagian dari kehidupanmu yang indah. Aku hanya ingin terlepas dari belenggu kehidupan pahit yang tak pantas orang lain bersimpati dan berempati kepadaku.

Angin pantai telah membawa nyawaku ikut bersamanya. berpetualang dilangit luas untuk menuju tempat terindah dan meninggalkan segala yang ada bahkan seseorang yang aku sayang. Maafkan aku yang telah meninggalkanmu. Maafkan aku tak bisa menjadi bagian dari hidupmu. Tuhan tak memberi aku waktu untuk menikmati indahnya bersamamu. Biarkan aku menjadi bagian dari kenangan dalam hidupmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar